BangunSantoso Sabtu, 21 November 2020 | 06:15 WIB. Debat Publik Pilgub Kepri 2020. Debat publik calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) berlangsung menarik. Tiga pasangan calon sama-sama optimistis akan mampu membawa Kepri menjadi lebih baik jika terpilih di Pilkada Serentak, Desember mendatang.
DirektoratPendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal (Dit. PTK-PNF) sesungguhnya sangat peduli dengan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), hal ini bisa dilihat dari berbagai program unggulan dengan menggunakan dana yang dianggarkan untuk pengembangan TIK tersebut setiap tahunnya, hampir berkisar sekitar 0.5% dari total
Orientasikonsep good governacne dalam penerapan system desentralisasi (otonomi daerah) sejatinya memberikan suatu dorongan yang lebih kuat dalam menghadapi setiap tuntutan kebutuhan akan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mengagregasi secara tepat kebutuhan dan kepentingan warga masyarakat.Jika menyimak secara utuh orientasi good
Totalpenghargaan yang diterima Heryawan dari Presiden RI atau pemerintah pusat dan lembaga nasional serta internasional sejak menjabat 2008 mencapai 132. Di daerah pun PKS menjadi partai yang paling sering bersuara lantang untuk mengkritisi kebijakan dan perilaku penguasa daerah yang dinilai menyimpang. berpengalaman sebagai Wakil
KEBIJAKANPEMERINTAH PUSAT TIDAK SESUAI DENGAN DAERAH Ketua DPRD Kabupaten Kubu Raya Sujiwo menilai berbagai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat untuk daerah banyak yang masih tidak sesuai dan tidak bisa diaplikasikan di lapangan. "Sejauh ini antara pemerintah pusat dan daerah telah terjadi ketidak sinergian.
Terkaitupaya revisi PP 109, Komunitas Kretek menilai kebijakan cukai yang dijalankan pemerintah tidak ampuh pada tujuannya, kemudian malah mengarah ke revisi. “Menkeu Sri Mulyani ini terlampau mengikuti alur pengendalian yang ditekankan kepada negara peserta FCTC. Dampaknya ke kedaulatan ekonomi kita," ujar Jibal Windiaz.
. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saat ini dunia sedang menghadapi krisis luar biasa karena adanya virus yang berawal dari yaitu virus Covid-19. Wabah Covid-19 ini menyebar sangat cepat dan menjadi isu kesehatan global yang sangat mengkhawatirkan. Pada 11 Maret 2020 secara resmi WHO menyatakan bahwa wabah Covid-19 menjadi pamdemi dan salah satu negara yang terpapar wabah ini adalah Indonesia. Angka positif penderita virus ini semakin terus bertambah. Tercatat pada 7 Mei 2020 terdapat kasus positif di Indonesia. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam merespons situasi ini. Pelaksanaan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Presiden dalam upaya penanganan Covid-19 tampaknya masih mengalami permasalahan, terutama disebabkan oleh birokrasi yang berbelit, lamban dalam merespons, dan ragu-ragu yang berakibat tidak efektifnya penanganan Covid-19, sehingga sulit untuk menekan angka positif. Adanya ego sektoral antarkementerian / lembaga dan daerah menjadi salah satu penyebab lambannya birokrasi dalam merespons penanganan menghadapi kondisi pandemi seperti ini, sudah beberapa kali pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB, isolasi mandiri bagi oenderita covid-19 dan pemeberian bantuan sosial ke masyarakat tidak mampu yang terkena dampak pandemi ini. Seringkali juga pemerintah mencanangkan program 3M yaitu menjaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebesihan tangan. Namun, seperti yang kita tahu sampai hari ini, ketidakefektifan pemerintah dalam mengambil kebijakan sangat terlihat. Korban virus covid-19 ini terus bertambah dan kondisi perekenomian yang semakin terancam. Kebijakan pemerintah yang sangat terlihat seperti kebijakan yang gamang atau maju mundur. Kebijakan masing-masing pemerintah daerah juga berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi yang benar-benar efektif. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti masyarakat, tokoh agama, bahkan sesame pejabat publik agar dapat melaksanakan kebijakan public dengan efektif untuk menghadapi pandemi seperti ini juga, pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan refocusing anggaran untuk penanganan covid-19 ini. Hal ini dirasakan oleh seluruh kementrian, lembaga, dan pemerintah daerah. Dengan adanya pemangkasan anggaran ini perlu dilakukan adanya penyesuaian. Namun, bukan berarti dengan adanya pemangkasan anggaran ini tidak memaksimalkan dalam memberikan layanan publik. Semua pejabat negara dan para ASN dituntut untuk terus berinovasi dan mengoptimalkan dalam menjalankan birokrasi ini. Tentunya pemerintah untuk membuat birokrasi efektif harus memiliki strategi jangka panjang dan jangka pendek seperti penerapan digital, standarisasi pelayanan, profesionalisme SDM aparatur. Dahulu, birokrasi di Indonesia dikenal sebagai birokrasi yang mumpuni, prospek kerjanya yang efektif dan efisisen, namun itu adalah kisah yang sudah lama terlewati. Pada zaman sekarang apalagi disaat pandemi seperti ini birokrasi di Indonesia mengalami permasalahan internal yang tentunya berefek pada penanggulangan covid-19. Teori birokrasi dalam sektor pemerintahan menurut Johnson dari bukunya Thoha 1978, birokrasi sering diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat yaitu kumpulan orang-orang yang punya kuasa. Dimana di dalam struktur birokrasi di dalamnya terdapat tanda-tanda bahwa seseorang mempunyai yuridikasi yang jelas dan pasti dan di dalam yuridikasi itu sendiri seseorang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang memperjelas batas kewenangan pekerjaannya. Birokrasi adalah sarana pelayanan masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat dalam skala panjang. Menjadikan sebuah birokrasi yang bersih dari tangan-tangan kotor para pejabat negara bukanlah suatu hal yang mudah. Seringkali adanya permainan-permainan dari orang-orang di dalam birokrasi yang membuat kacau dan berujung tidak efisien nya penanggulan covid-19 ini. Patalogi birokrasi, adalah sebutan untuk permasalahan seperti ini, dimana hal inilah yang menjadi faktor adanya reformasi birokrasi atau mereset ulang birokrasi pemerintahan Indonesia kembali seperti dulunya dengan aspek-aspek tertentu yang dicakupi. Reformasi sendiri merupakan perubahan secara signifikan demi terwujudnya suatu perbaikan atau disebut sebagai langkah dalam menciptakan struktural yang teratur contohnya pemerintahan Indonesia yang berbelit tampak pada saat daerah hendak memberlakukan PSBB di daerahnya. Persetujuan PSBB dari Menkes dianggap pemerintah kabupaten/kota sebagai sebuah birokrasi yang berbelit karena dianggap terlalu jauh jarak antara pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah pusat. Demikian pula persyaratan dokumen yang menurut daerah cukup banyak dan sulit untuk dipenuhi pemerintah daerah, merupakan sebuah peristiwa birokrasi berbelit. Beberapa daerah yang ditolak pengajuan pemberlakuan PSBB di daerahnya ada yang disebabkan karena dokumen yang kurang, misalnya data peningkatan kasus dan waktu kurva epidemiologi yang membutuhkan waktu dari pemerintah daerah untuk melakukan kajian. Beberapa daerah yang ditolak antara lain Kota Gorontalo, Kabupaten Rote Ndao, Kota Sorong, Kota Palangkaraya, dan Kabupaten Fak-Fak dengan alasan tidak memenuhi aspek yang lamban dalam merespons situasi penanganan Covid-19 menurut penilaian Ikatan Dokter Indonesia tampak pada saat Pemerintah Indonesia lamban mengumumkan Covid-19 sebagai wabah nasional yang jarak waktunya sangat jauh dari saat virus ini terungkap di Wuhan. Hal ini telah mengakibatkan tingginya angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Birokrasi yang penuh keraguan dalam mengambil keputusan tampak dalam kasus kebijakan terhadap ojek online ojol pada masa pandemi Covid-19. Menteri Perhubungan Menhub mengeluarkan Peraturan Menhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang memperbolehkan sepeda motor mengangkut penumpang dengan ketentuan tertentu. Ketentuan ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Menkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang melarang ojol beroperasi mengangkut orang, hanya boleh mengangkut barang. Kebijakan yang ragu-ragu telah mengakibatkan birokrat di lapangan juga ragu-ragu dalam melakukan penindakan. Ada yang membiarkan dan ada yang akhirnya, birokrasi yang berbelit, lamban dalam merespons, dan ragu-ragu telah berakibat pada efektivitas penanganan Covid-19. Kondisi ini berakibat pada sulitnya menekan angka positif Covid-19 di Indonesia, bahkan angka kematian akibat Covid-19. Oleh karena itu, DPR perlu menjalankan fungsi pengawasannya terhadap pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan tidak berbenturan satu dengan yang lainnya serta memastikan masyarakat terpenuhi hak-hak kesehatannya pada masa Covid-19. Terlepas dari itu, budaya politiik tentu juga berkaitan erat dengan budaya birokrasi di Indonesia. Budaya politik ini dimaksud sebagai landasan akal atau juga diartikan sebagai perilaku masyarakat terkait hal ketatanegaraan. Hal yang mempengaruhi budaya politik ini ada beberapa aspej diantaranya ada peran dan sikap masyarakat dalam sistem tersebut sehingga dapat dikatakan bahwasanya budaya politik ini adalah sistem yang menitikberatkan nilai-nilai dalam politik dan pemerintahan. Sedangkan budaya birokrasi sendirin diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari simbol, nilai, dan pengetahuan yang terdapat dalam pikiran dengan adanya budaya birokrasi ini, lalu timbul lah sebuah penyakit birokrasi yang disebut sebagai patalogi birokrasi. Adanya patalogi birokrasi ini yang menyebabkan terjadinya pembengkakan anggaran dimana hal ini terjadi berdasarkan beberapa alasan yang dibuat oleh para pejabat birokrasi. Selain itu, ada suatu hal yang menjurus untuk menyusahkan masyarakat. Ada lagi terkait patologi pembengkakan birokrasi yang mana hal ini memperbanyak jumlah struktur dalam birokrasi demi mendapatkan pengalokasian dana. Dana tersebut yang seharusnya digunakan untuk penanggulangan covid-19, malah dipergunakan untuk keperluan pribadi pejabat itu birokrasi di indonesia masih terbilang banyak mengandungi penyakit patologi ini yang dimana para birokrat sendiri membuka kesempatan bagi terjadinya hal-hal itu yang menyangkut ekonomis dan politis. Sejalan dengan waktu, parahnya birokrasi yang dirusakkan oleh penyakit birokrasi ini, perlu adanya inisiatif penanggulangan yang mumpuni dalam rangka memperbaiki birokrasi demi menjadi lebih baik dalam sistem pelayanan masyarakat khususnya di indonesia. Dapat dikatakan langkah penanggulangan ini adalah dengan membumihanguskan penyakit tersebut dari birokrasi pemerintahan khususnya mengingat pemerintah telah mengorbankan APBN yang banyak demi masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi pejabat dalam birokrasi. 1 2 Lihat Kebijakan Selengkapnya
TENTU masyarakat dibuat bingung dengan kesimpangsiuran informasi awal 2020 ini. Beberapa kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tampak bertolak belakang. Kita semua, terutama masyarakat di Jabodetabek, masih teringat jelas tentang banjir awal tahun pernyataan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang penyebab banjir. Tidak hanya saling menghindar untuk disalahkan, tapi gestur para pejabat pusat maupun daerah menunjukkan ketidakkompakan. Pemerintah pusat menyatakan pencegahan banjir di DKI Jakarta tidak PUPR Basuki Hadimoeljono, misalnya, awalnya menyatakan tentang proses normalisasi Kali Ciliwung yang masih terganjal pembebasan lahan, sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih menyoroti tentang kondisi hulu yaitu di Bogor yang tidak bisa menahan banjir. Polemik memang pada akhirnya mereda setelah dua pihak dikumpulkan oleh Presiden Joko Widodo Jokowi.Hal lain adalah revitalisasi kawasan Monas. Di tengah jalan, ketika revitalisasi itu sudah dijalankan Pemprov DKI Jakarta, Sekretariat Negara Setneg sebagai pengawas meminta proyek itu dihentikan terlebih dahulu, meskipun pada beberapa hari kemudian mendapat lampu hijau. Begitu juga dengan penyelenggaraan Formula E yang akan mengambil lintasan di kawasan Jalan Medan Merdeka atau sekitar Monas. Pemerintah Pusat tidak memberikan restu, sehingga Pemprov DKI langsung mencari alternatif jalur lain. Salah satunya adalah kawasan Semanggi. Namun pada akhirnya pula, Pemerintah Pusat memberikan restu meski ada beberapa yang kurang apik ditunjukkan ketika pemulangan ratusan warga negara Indonesia dari Wuhan, China ke Tanah Air akibat dampak merebaknya virus korona. Pemerintah Pusat memutuskan untuk melakukan karantina di Pulau Natuna selama 14 hari setibanya WNI di Tanah Air. Kebijakan ini mendapat respons negatif bukan hanya dari masyarakat Natuna, melainkan juga dari Pemerintah Daerah Natuna. Mereka menggelar demonstrasi dan sempat memunculkan polemik. Kebijakan meliburkan siswa dari sekolah akhirnya dicabut Pemerintah hanya pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Jakarta Trubus Rahardiansyah yang mengkritisi kurang apiknya komunikasi pemerintah pusat dengan daerah. Anggota DPR yang juga Wakil Ketua Komisi II Arwani Thomafi juga mengkritisi persoalan ini. Keduanya mengkritisi tentang polemik Pemerintah Pusat dengan Pemprov DKI Jakarta soal revitalisasi Monas dan Formula E. Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen juga menyoroti ini. Politikus PDIP ini mengkritisi komunikasi pemerintah pusat dengan daerah soal pemulangan ratusan WNI dari Wuhan, jauh hari sebelumnya atau tepatnya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Musrenbang 2017, Presiden Jokowi meminta menteri, lembaga, dan kepala daerah memperbaiki komunikasi agar pembangunan bisa berjalan dengan baik. Salah satu yang disoroti presiden waktu itu adalah tentang skala prioritas pembangunan di daerah. Presiden Jokowi meminta semua yang terkait bisa mempunyai komunikasi yang sama tentang fokus dan prioritas komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terjadi karena adanya barrier politik. Bukan rahasia lagi, bahwa ada beberapa kepentingan politik praktis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Meskipun Presiden Jokowi mencoba menepis dengan kata-kata ataupun dengan kinerja, barrier itu tampaknya masih daerah tidak mau semata mengikuti pemerintah pusat atau provinsi karena mungkin perbedaan politik. Ini semestinya bisa dihilangkan. Bahwa ketika duduk sebagai kepala daerah atau pejabat di pemerintah pusat, politik yang dibangun adalah politik kebangsaan. Banyak contoh yang sudah ada, seperti Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang saat ini bisa bergandengan, meskipun sebelumnya berlawanan daerah juga tidak bisa menjadi alasan. Keleluasaan pemerintah daerah tidak boleh serta-merta melenceng dari kebijakan pemerintah pusat. Pemerintah pusat pun tidak boleh kaku atau bahkan otoriter terhadap pemerintah daerah. Jika kepentingan bangsa yang dikedepankan, tentu komunikasi tersebut bisa berjalan dengan baik.kri
– Konsekuensi utama dari otonomi daerah di Indonesia adalah pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian urusan pemerintahan akan memunculkan perimbangan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Urusan pemerintahan absolut Dibuat dan dijalankan pemerintah pusat Urusan pemerintahan konkruen Dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Urusan pemerintahan umum Dibuat pemerintah pusat dan dijalankan pemerintah daerah Berikut rinciannya Urusan pemerintahan absolut Urusan pemerintahan absolut adalah urusan yang sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah pusat. Untuk urusan pemerintah absolut seperti dalam Pasal 9 terbagi meliputi Politik luar negeri Pertahanan Keamanan Yustisi Moneter dan fiskal nasional Agama Baca juga Hubungan Fungsional Pemerintah Pusat dan DaerahUrusan pemerintahan konkuren Dalam buku Government Public Relations Perkembangan dan Praktik di Indonesia 2018 karya Suprawoto, urusan pemerintahan konkruen adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan derah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkruen yang menjadi wewenang daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib sendiri terdiri atas urusan pemerintahan yang berhubungan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berhubungan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan yang berhubungan dengan pelayanan dasar meliputi pendidikan kesehatan pekerjaan umum dan penataan ruang perumahaan rakyat dan kawasan pemukiman ketenteraman ketertiban umum perlindungan masyarakat sosial Sedangkan urusan pemerintahan yang tidak berhubungan dengan pelayanan dasar meliputi tenaga kerja pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pangan pertanahan lingkungan hidup administrasi kependudukan dan pencatatan sipil pemberdayaan masyarakat dan desa pengendalian penduduk dan keluarga berencana perhubungan komunikasi dan informatika koperasi usaha kecil dan menengah penanaman modal kepemudaan dan olah raga statistik persandian kebudayaan perpustakaan kearsipan. Baca juga Pengelolaan Kekuasaan Negara di Tingkat Pusat
YOGYAKARTA, - Pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat memiliki peranan penting dalam mengaplikasikan kebijakan di lapangan. Termasuk, kebijakan dalam upaya menangani pandemi Covid-19 saat ini. Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar upaya penanganan Covid-19 tidak justru menciptakan situasi yang Fakultas Ilmu Sipil dan Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada UGM Wawan Mas'udi melihat, saat ini antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah semakin bersinergi dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. "Kalau belakangan yang saya lihat semakin ada sinergi yang semakin kuat antara pusat dan daerah, kalau dulu kan sempat ada kontestasi ketegangan soal data, soal macam-macam. Tetapi belakangan saya lihat sinergi antara pemerintah nasional dengan pemerintah daerah kabupaten/kota semakin kuat," ujar Dekan Fakultas Ilmu Sipil dan Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada UGM Wawan Mas'udi saat dihubungi Kamis 19/08/2021. Baca juga Cerita Bupati Muda Trenggalek Tangani Covid-19, Bikin Undian Hewan Ternak, Istri Ikut Blusukan Ingatkan Prokes Kampanye hingga edukasi Wawan Mas'udi menyampaikan bicara terkait sumber penanganan Covid-19, pemerintah daerah memang tidak bisa berbuat banyak. Sebab semuanya tersentral di pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakan dalam upaya menangani pandemi yang bersifat lebih lokal. "Bicara soal vaksin, soal bantuan sosial, soal obat-obatan kan daerah tidak bisa berbuat banyak karena kan ada sentralisasi di sistem logistik. Sementara yang bisa dilakukan di daerah ya kebijakan-kebijakan yang bersifat lebih lokal dan mikro aja untuk menahan pergerakan orang, memastikan beberapa program bisa dilaksanakan," ungkapnya. Misalnya, dalam menangani masyarakat yang masih abai dan tidak percaya akan Covid, pemerintah daerah bisa bergerak untuk melakukan edukasi ke masyarakat bahwa situasi pandemi Covid-19 saat ini nyata. Menurutnya kesadaran dan pastisipasi masyarakat sangat berperan dalam upaya menurunkan angka kasus positif. "Sanksi Saya kira tidak efisien, susah . Ya simbolik perlu lah dalam arti yang buka seenaknya disegel itu penting, itu perlu. Tapi yang lebih penting soal kesadaran dan partisipasi masyarakat, sanksi penting untuk menunjukan bahwa ini serius," ucapnya. Baca juga Cerita Bupati Muda Dico Ganinduto Perangi Covid-19 di Kendal, Ingatkan Warga Tak Taat hingga Manfaatkan Medsos Menurutnya tingkat kesadaran masyarakat saat ini jauh lebih meningkat dibandingkan sebelumnya. Seperti memakai masker sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat. "Sudah semakin terbiasa, kalau dulu kan enggak ya. Dulu kan ada ketakutan yang luar bisa, sekarang masih ada kekhawatiran tetapi nuansanya sudah beda, dan masyarakat sudah mulai aware lah, kalau mengalami sesuatu yang kelihatanya mengarah ke situ kan segera melakukan sesuatu untuk dirinya, termasuk untuk tindakan-tindakan preventif," ungkapnya. Meski tingkat kesadaran sudah meningkat, lanjutnya, pemerintah daerah tetap perlu untuk terus mengampanyekan protokol kesehatan. Sehingga masyarakat terus mendapatkan peringatan dan menjadi tidak lengah. "Menurut pendapat saya memang harus terus menerus dikampanyekan untuk kesadaran ini, jangan sampai lengah. Seolah-olah ini sudah turun, lengah nanti naik lagi," tegasnya. Baca juga Jurus Gibran Lawan Covid-19 di Solo, Naikkan Anggaran Darurat Persen hingga Rencana Potong Tunjangan PNS
Jakarta - Pemerintah memprediksi penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai KBLBB di Indonesia pada tahun 2030 mencapai 15 juta unit. Target tersebut terbagi dari mobil listrik sebesar unit dan unit motor menggenjot penggunaan kendaraan listrik ini, pemerintah pun menyiapkan program insentif kendaraan listrik, baik untuk mobil listrik maupun motor terhadap pembelian mobil listrik berupa insentif PPN Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku hingga Desember 2023. Lewat insentif, masyarakat yang mau membeli mobil listrik hanya perlu menanggung PPN sebesar 1%, sedangkan 10% sisanya dibayarkan pemerintah. Sementara untuk insentif pembelian kendaraan listrik roda dua berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk setiap pembelian satu Pusat Studi Kebijakan Publik PUSKEPI, Sofyano Zakaria menilai, pemberian insentif khususnya kepada motor listrik dinilai belum cukup. Pemerintah seharusnya juga memberikan sederet kebijakan lain guna menarik minat masyarakat untuk beralih dari sepeda motor BBM. Misalnya, pemerintah bisa membuat larangan untuk sepeda motor yang telah berusia di atas 20 tahun untuk mengaspal."Pemerintah juga dapat fokus kepada sepeda motor listrik dengan membuat kebijakan, seperti larang beroperasinya sepeda motor yang usia telah 20 tahun ke atas," kata bukan sekedar melarang, pemerintah juga harus memberi insentif dengan membuat kebijakan bahwa sepeda motor usia 20 tahun ke atas dibeli pemerintah untuk ditukar dengan sepeda motor listrik."Sepeda motor listrik gratis pajak minimal selama 5 tahun, gratis Pajak Kendaraan Bermotor pada pendaftaran kepemilikan dan pajak progresif tidak diberlakukan pada sepeda motor listrik. Kebijakan lain Kepemilikan sepeda motor BBM dibatasi maksimal hanya 2 unit pada satu Kepala Keluarga," lanjut sisi produsen, para pabrikan sepeda motor listrik juga harus diwajibkan untuk memiliki kerja sama dengan bengkel-bengkel sepeda motor yang ada terkait layanan purnajual. Menurut dia, minimal pada setiap 1 kabupaten terdapat satu bengkel resmi sepeda motor listrik."Perbanyak Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum SPBKLU atau tempat penukaran baterai di seluruh negeri minimal terdapat 1 unit SPBKLU pada setiap kecamatan. Terakhir Sosialisasikan dengan tepat dan cerdas tentang manfaat dan kelebihan sepeda motor listrik," tutup Sofyano. fdl/fdl
alasan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah